Pada tanggal 16 November 1994, para orangtua penyandang hemofilia mendeklarasikan berdirinya Perhimpunan Orangtua Penderita Hemofilia Indonesia (PEROPHI), dengan berbekal perasaan senasib sepenanggungan dan rasa ingin saling meringankan beban. Proses pencatatan pasien pun mulai dilaksanakan sejak saat itu walaupun belum mencapai hasil yang menggembirakan karena baru 288 orang saja yang tercatat sebagai pasien hemofilia di seluruh Indonesia.
Pada tahun 1997, tim medis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta yang dipelopori oleh Prof. DR. Dr. Moeslichan MZ, SpA(K) membentuk Tim Pelayanan Terpadu Hemofilia RSCM guna memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi pasien hemofilia. Adanya perkembangan dunia medis yang semakin menggembirakan mendorong para pengurus PEROPHI bersemangat untuk berpartisipasi lebih aktif, oleh karena itulah pada tanggal 10 Agustus 1998, para pendiri bersepakat untuk mendirikan Yayasan Hemofilia Indonesia.
Seiring dengan perkembangan pengetahuan mengenai Hemofilia, serta bertambahnya jumlah pasien hemofilia setiap tahunnya, Badan Hemofilia Dunia, WFH, menginginkan agar seluruh komunitas Hemofilia baik tim medis, pasien hemofilia, orang tua pasien hemofilia, maupun kaum awam saling berpadu sehingga pasien mendapatkan perawatan yang komprehensif. Pada tanggal 18 September 2004 di Semarang diselenggarakan sebuah pertemuan yang membahas berbagai langkah strategis untuk mencapai cita-cita tersebut. Pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan dari berbagai cabang PHTDI dan Yayasan Hemofilia itu akhirnya menyepakati terbentuknya Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) yang beranggotakan tim medis, pasien dan orang tua pasien hemofilia, pemerhati masalah sosial, dan relawan dari kalangan masyarakat umum lainnya. Prof. Dr. Dr. Moeslichan Mz, SpA(K) bersama Ibu Herawati Triyanto dari Semarang ditunjuk sebagai panitia yang berwenang untuk membentuk kepengurusan pertama HMHI di tingkat pusat. Bersamaan dengan terbentuknya HMHI, para pengurus Yayasan Hemofilia Indonesia akhirnya memutuskan untuk meleburkan Yayasan Hemofilia Indonesia ke dalam HMHI.
Terbentuknya HMHI merupakan langkah awal bangsa Indonesia untuk meringankan penderitaan pasien Hemofilia. Perekrutan relawan, penggalangan dana, dan konsolidasi organisasi pun segera dilakukan. Sebagai rasa tanggung jawab serta bukti kerja konkret pendirian HMHI, maka pada tanggal 10-11 September 2005, Kongres Nasional I Hemofilia diadakan di Jakarta. Sebagai puncaknya, pada tahun 2006 HMHI secara resmi diterima sebagai organisasi anggota Badan Hemofilia Dunia (WFH).
Sejak berdiri pada tahun 2004, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia telah bertekad untuk memberikan pelayanan komprehensif bagi pasien hemofilia di Indonesia. Berbagai kegiatan baik untuk kalangan awam maupun medis pun segera dilaksanakan. Sejumlah workshop dan simposium di berbagai daerah di penjuru Indonesia diselenggarakan secara berkesinambungan. Sementara, dukungan bagi pasien maupun keluarganya dilaksanakan melalui family gathering, pelatihan, pameran yang menggambarkan detik kehidupan pasien hemofilia, serta melalui jumpa pers.
Pada tahun 2011, Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA(K) menggantikan Prof. Dr. dr. H.S. Moeslichan Mz, SpA(K) sebagai Ketua Umum HMHI pada Kongres Nasional III HMHI yang dilaksanakan di Surabaya, Jawa Timur. Kepemimpinan beliau membawa semangat baru dalam memperkuat organisasi dan memperluas jaringan layanan bagi pasien hemofilia di berbagai daerah. Kemudian, pada tahun 2024, tongkat estafet kepemimpinan beralih kepada Dr. dr. Novie Amelia Chozie yang terpilih sebagai Ketua Umum HMHI menggantikan Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA(K) dalam Konas VII HMHI di Pekanbaru, Riau.
Sebagai salah satu upaya untuk memasyarakatkan hemofilia, tidak lupa HMHI juga menayangkan situs resmi di ranah maya. Melalui situs www.hemofilia.or.id dan akun Hemofilia Indonesia di jejaring sosial Facebook, masyarakat dapat mengakses informasi-informasi penting seputar hemofilia, memberikan dukungan, maupun saling berkomunikasi. Dan dengan bantuan WFH dan berbagai pihak lain , HMHI pun dapat menyebarkan sejumlah leaflet, poster, buku-buku, maupun melaksanakan presentasi langsung ke sekolah-sekolah, puskesmas dan rumah sakit. Dengan cara ini diharapkan guru dan teman-teman pasien Hemofilia dapat mengerti keadaan yang dialami setiap pasien.
Efek dari memasyarakatnya hemofilia, mulai diindikasikan dengan adanya peningkatan jumlah pasien yang tercatat di Indonesia. Hingga tahun 2024, jumlah pasien yang terdiagnosis telah mencapai 3.685 orang. Sayangnya, jumlah ini masih jauh dari estimasi yang dilakukan oleh WFH yaitu sekitar 28.000 jiwa. Perasaan untuk saling meringankan beban dan menginginkan adanya pelayanan komprehensif bagi pasien hemofilia pun dengan cepat menular ke seluruh Indonesia. Dari berbagai daerah muncul keinginan untuk mendirikan organisasi yang menginduk pada HMHI. Oleh karena itulah, hingga tahun 2025 ini, HMHI telah memiliki 22 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Bukan hanya konsolidasi ke dalam negeri saja yang dilakukan oleh HMHI. Kerjasama dengan instansi luar negeri pun kerap diupayakan. Cara ini ditujukan agar informasi dan perkembangan terbaru dalam penanganan hemofilia dapat dinikmati oleh para pasien di Indonesia. Kerjasama tersebut dapat berbentuk penyaluran donasi faktor pembekuan darah, pelatihan medis dan organisasi maupun penerbitan buku-buku mengenai hemofilia.